Responsive Ad

(Cerpen) Dan Akhirnya

            Mungkin tidak hanya aku yang berfikir bahwa hadirnya sebuah kabar itu adalah suatu hal yang penting dan tidak boleh disepelekan. Kabar terkini ataupun kabar terbaru itu sangat aku hargai walaupun hanya secuil adanya. Kabar dari orang spesial yang telah mewarnai dan memberi makna indah disetiap hari dalam hidupku itu sangat aku tunggu. Selalu menunggu mungkin itu adalah salah satu kodrat bagi wanita, tapi butuh waktu berapa lama aku harus menunggu? Tak pernahkah dirinya ketahui bahwa pesan terkini yang berupa kabar darinya telah membuatku menjadi tak bisa lepas dengan ponsel milikku. Setiap jam, bahkan setiap menit selalu aku sempatkan untuk mengecek pemberitahuan pesan dengan harapan ada pesan masuk baru dari sang kekasih yang telah lama aku idamkan ini. Paras rupawan nan menawan ini yang membuatku terpikat olehnya. Dibalik sifat dingin miliknya terdapat karisma yang membuat diri ini semakin terlena tak berdaya dibuatnya. Entah angin apa yang membuatku selalu merasa sejuk bahkan terkesan dingin sehingga ingin selalu berada didekapannya. Namun, sebenarnya manusia tak luput dari kelebihan dan kekurangan. Disamping kelebihannya itu terdapat sifat cuek yang sebelumnya sudah aku katakan. Tapi bagiku itu tidak menjadi sebuah masalah, aku tetap menerima dia dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Aku turuti semua permintaannya dengan penuh keikhlasan dan ketulusan hati. Aku selalu senang bisa membantu dirinya karena itu memang yang aku inginkan bisa terus membantu disegala kesulitannya.

Aku tak ingin dan tak akan menerima imbalan apapun, hanya saja aku berharap dia menemani hari-hari gelapku menjadi lebih cerah ceria. Walaupun itu hanya melalui perantara telekomunikasi. Memang, memang kami ini menjalin hubungan yang terpaut oleh jarak. Sebenarnya tidak begitu jauh, hanya saja kesibukan yang menyebabkan kesan jauh dan waktu untuk berkomunikasi menjadi berkurang. Hanya butuh waktu 2 jam saja jarak yang harus ditempuh jika ada niat untuk saling mengunjungi. Namun, tugas kuliah yang tak kunjung kelar lah yang menyebabkan status sibuk itu selalu bersemayam dalam keseharian kami. Berkurangnya waktu pertemuan dan komunikasi yang tak lancar ini lah yang menjadi korban dari kesibukan kami. Hal ini yang membuatku merasa ingin tidur lama dan akan bangun jika dikecup oleh sang pangeran. Tapi itu hanya imajinasi belaka yang memang menjadi kegemaranku pada akhir-akhir ini. Imajinasi tak menentu dan tak masuk akal inilah yang menemani keseharianku, berimajinasi dengan ditemani rasa gundah gulana dan suasana sunyi serta sepi ini yang membuatku merasa jauh lebih tenang. Penat, penat, dan penat yang aku rasa. Ingin rasanya berontak dari dunia ini. Tugasku, asmaraku, semuanya tak terurus dengan benar, karena sebenarnya dua hal itu tak bisa untukku memilih mana yang mesti aku utamakan. Aku berharap dua hal itu saling berkesinambungan, agar saling melengkapi dan tidak muncul kebingungan dalam suatu situasi. 5 hari tak berkomunikasi, bahkan hampir satu bulan tak berkomunikasi membuatku menjadi semakin terbiasa dengan kesendirian dan kekosongan ini. Tapi hanya kehampaanlah yang aku rasa dan sebenarnya tidak ada masalah dalam diriku akan tidak lancarnya komunikasi tersebut. Tak pernah aku rasakan begitu dalam kegalauan ini karena ada teman dekatku yang selalu aku tuangkan semua benak dan beban yang ada dalam pikiranku.
“Heh Dea! Ngelamun terus kerjaannya tiap hari. Berimajinasi lagi?” Ucap Dini yang mencoba membuyarkan semua lamunanku.
“Eh eng..enggaa....
“Engga salah lagi?” Ujar Sisi yang memotong perkataanku.
“Daripada galau terus nunggu kabar yang engga pasti, mending kamu coba hubungi Irfan.” Lanjut Sisi.
“Aku udah coba hubungi dia, engga ada respon. Pernah sekali dibales tapi jutek, ya aku udahan aja hubungi dia, takut ganggu.” Jawabku.
“Tapi kamu masih sayang sama Irfan kan De?” Tanya Dini.
“Masih nggak yah... Tau deh......”

Tak pernah aku ketahui bagaimana perasaanku terhadap Irfan, yang jelas aku takut. Entah itu takut karena hal apa. Aku bingung dengan perasaanku sendiri. Aku tidak bisa merasakan apapun kecuali cemas dan takut. Tapi yang jelas aku tidak ingin mengakhiri hubungan dengan Irfan hanya karena alasan komunikasi yang tidak lancar, aku tidak akan seegois itu. Tapi tak bisa dipungkiri, walaupun dengan alasan sesimple itu aku sudah merasa terpuruk, tertikam rasa, ingin rasanya menyerah dan mengakhiri ini semua.

“Selamat pagi Dea. Have a nice day yaa ({})”

Pesan! iya pesan dari Irfan itu yang membuat mata panda ini membentuk lingkaran dengan bulatan yang sempurna. Aku tidak menyangka akan mendapatkan pesan yang memang sudah lama aku nanti. Entah aku harus berbuat apa yang pasti aku merasa terbang melayang dilangit ke tujuh dengan kuda unicorn, eh selendang, atau sayap peri? Ah entah apapun itu yang jelas aku sedang berada di angkasa saat ini. Hal inilah yang membuat keputus asaanku, kecemasan dan ketakutanku mendadak sirna dari muka bumi ini. Seakan ada sebuah sinar yang sangat terang menembus dinding kegelapan ini dan perlahan memusnahkan semua kegelapan dan kelamku akhir-akhir ini. Dua kalimat itu menjadi titik kebangkitanku dan penyemangatku dari keterpurukan yang tengah aku hadapi. Mungkin ini terlalu berlebihan atau lebay, tapi memang seperti itulah yang sedang aku rasakan. Dengan penuh semangat aku menjalani rutinitas keseharian yang sebetulnya aku sudah merasa bosan dan malas ini berubah menjadi penuh keceriaan, senyuman, dan keleluasaan hati. Kebetulan sekali aku bertemu kedua sahabatku ini di lobi kampus, segera aku menceritakan hal ini kepada mereka.
“Jadi baru dapet pesan gitu aja kamu langsung girang gitu? Gimana yang lebih sosweet coba?” Ledek Dini.
“Ya biarin aja kali. Sukasuka wlee.” Jawabku balik meledek.
“By the way itu pesan udah kamu balas?” Tanya Sisi.
“Astaga aku lupa balas pesan dari Irfan.”

Saking senangnya aku sampai lupa untuk membalas pesan dari Irfan. Jika tidak aku balas nanti kesannya aku sudah tidak peduli kepadanya. Padahal kan masih peduli, banget.

“Pagi juga Irfan. Apa kabarnya? Kamu baik-baik ya disana. Miss you.”

Ketikan penuh rasa gemetar didada itu akhirnya terkirim juga. Antara rasa lega dan cemas kembali muncul. Cemas kalo pesanku kembali tak dibalasnya.
“Gimana De? Udah dibales sama Irfan?”
“Belum nih Si. Gimana yaaa, padahal udah 5 jam, tapi tidak ada balesan.”
“Ya sudahlah tunggu aja De, siapa tau nanti dibales.”

Menunggu lagi, aku trauma dengan kata menunggu. Tak pernah aku sukai kata tersebut, mendengarnya saja sudah malas apalagi melakukannya. Tapi apa boleh buat, hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini. 2 hari, 5 hari, 2 minggu berlalu, namun tidak ada tanda-tanda adanya balasan dari Irfan. Keputus asaan kembali hadir dalam benakku, rasa cemas, rasa khawatir dan rasa takut semuanya mencampur menjadi satu adonan yang paling menakutkan. Takut kehilangan, takut Irfan kenapa-napa disana.

Hujan, mungkin hanya hujanlah yang mengerti suasana hatiku. Kegalauan ini berasa menyatu dengan tiap tetesan hujan yang turun membasahi dedaunan disekitar halaman rumah. Berdiam diri, merenungi setiap kejadian dalam kamar, berimajinasi dengan melihat keluar jendela, merasakan suasana galau dengan tetesan air hujan. Sempurna, kegalauan ini menjadi sempurna dengan segala hal yang mendukungnya. Serasa diriku telah dipenjarakan oleh perasaan sendiri, terisolasi oleh keadaan sekitar. Aku merasakan hanya dirikulah yang ada didunia saat ini, aku tidak merasa ada seseorangpun yang ada disekitarku, padahal jika aku tersadar memang ada suara ketukan pintu dan suara memanggil namaku yang terdengar begitu jelas dan keras. Entah siapa yang ingin mengganggu kesunyianku, aku tidak ingin diganggu oleh siapapun, biarkan saja dan tetap tenang meresapi tiap tetes hujan yang turun menghanyutkan suasana. Perlahan suara ketukan dan panggilan itu lenyap dari kamar dan hanya terdengar suara air hujan yang semakin keras dan derasnya menjatuhi setiap benda yang ada dibawahnya. Aku tak mengerti, padahal jendela kamar sudah aku tutup dan tak ada kebocoran dalam ruang kamarku. Tapi aku merasakan ada tetesan air yang membasahi pipiku, apakah aku menangis? Lalu aku menangis karena apa? Karena Irfan? Memang Irfan kenapa? Dia kan sedang sibuk dan pastinya dia baik-baik saja disana. Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut mungilku bersamaan dengan aliran air mata yang sudah menetes menjatuhi tanganku. Mengapa aku secengeng ini? Mengapa aku menangis karena seorang lelaki? Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya, hanya Irfan yang dapat membuatku seperti ini. Apakah dia tau bahwa dialah penyebab semua ini? Apakah dia merasakan hal yang sama? Aku rasa tidak. Hanya aku saja yang merasakan hal seperti ini. Irfan sudah tidak peduli lagi kepadaku. Aku merasakannya, sudah 3 bulan ini dia memiliki sifat yang lebih menonjolkan kecuekannya, kedinginannya. Padahal dia tau bahwa aku ini masih menjadi kekasihnya, apakah dia menyadari itu? Dialog antara kedua sisi dalam diriku itu terjadi begitu saja. Perlahan imajinasiku menjadi tak jelas, terlihat samar dan perlahan semakin gelap dan akhhirnya aku terlelap dalam suasana sunyi dengan masih memeluk boneka panda kesayanganku.

1 Agustus, tak terasa sudah 2 bulan setelah kejadian yang cukup memeras air mata itu. Aku sudah mulai terbiasa tanpa kabar darinya. Aku sudah mulai menjalankan rutinitasku dengan semangat dan kebangkitan yang perlahan mulai muncul. Diawal bulan ini aku berharap semua akan baik-baik saja dan menjadi bulan yang lebih baik dari sebelumnya. Aku tidak ingin terus larut dalam kesedihan. Aku harus ceria dan semangat karena bulan ini adalah bulan kelahiran Irfan. Satu minggu kedepan yang terhitung dari hari ini merupakan hari kelahirannya. Aku ingin membuat dan merencanakan sesuatu yang beda, aku ingin memperbaiki hubunganku dengannya. Aku kembali memiliki semangat dan seakan jiwa dalam diriku bangkit lagi. Perdebatan demi perdebatan tak bisa dihindarkan demi suksesnya rencana terbaik untuk Irfan, untung saja aku memiliki Dini dan Sisi. Kedua sahabatku ini yang sudah aku anggap sebagai kedua kakakku karena memang mereka lebih tua dan selalu membimbingku disaat semua berjalan tak sesuai aturan. Mereka selalu mengalah dan memberi masukan disetiap perdebatan yang terjadi. Membuat serangkaian rencana ulang tahun sederhana. Walaupun sederhana, tapi aku yakin dibalik kesederhanaan itu terdapat kepuasan dan kesenangan hati dalam setiap prosesnya. 3 hari menjelang hari H, tinggal menjalankan rencana yang telah kami bertiga rencanakan. Tiba-tiba ada sebuah pemberitahuan pesan singkat yang keluar dalam ponselku, akupun membuka pesan tersebut dan ternyata itu merupakan pesan dari Irfan. Awalnya aku senang tidak kebayang kembali mendapat pesan dari dirinya. Namun, kesenangan itu perlahan berubah menjadi kemurungan, kesedihan, bahkan cenderung kekecewaan yang keluar dari perasaanku. Bagaimana tidak, berbulan-bulan menunggu kabar dari Irfan, yang keluar bukannya kabar baik melainkan kabar buruk yang dia kirimkan untukku.

“De, maaf ya. Aku udah nggak bisa lagi lanjut sama kamu. Maaf kalo aku banyak salah sama kamu. Makasih atas semuanya J Relationships end, but feelings continue J

Putus, akhirnya semua penantianku selama ini telah menemukan ujungnya, bukan ujung yang aku harapkan sebenarnya, tapi mungkin ini memang jalan terbaik untuk kami. Aku sedih, tapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tak lagi terpuruk dalam kesedihan. Aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan air mata. Tapi apadaya, hujan yang turun setiap malam ini membuat air mata keluar dari persembunyiannya. Walaupun air mata ini telah keluar, tapi hatiku tetap tegar untuk menghadapi kenyataan pahit saat ini, karena itu memang menjadi suatu keharusan.

“Iya Fan, aku juga minta maaf ya kalo aku ada salah. Mungkin ini memang yang terbaik untuk kita. Status pacar boleh saja berhenti, tapi status teman tetap akan lanjut sampai kita tua.”

Resmi, kini kami resmi berpisah setelah pesan balasan yang berupa persetujuan perpisahan darinya telah kukirim. Semalaman aku berdiam diri merenung, tidak bisa diriku memejamkan kedua kelopak mata ini, semakin aku berusaha memejamkan, semakin kuterbawa jauh dalam suasana. Aku tidak bisa berhenti memikirkan Irfan, begitu dingin dan begitu tega dia putuskan status ini hanya dengan satu kali kiriman pesan singkat. Apakah tidak pernah dia pikirkan diriku yang telah menanti selama ini dengan segala keterpurukan dan kesunyian yang ada. Berharap ada keajaiban datang bersama Irfan dengan sifat manisnya kepadaku. Namun, yang keluar bukan keajaiban, tapi..... ah sudahlah. Aku tidak menyangka dia melakukan hal seperti ini, walaupun memang sebelumnya aku sudah memiliki firasat bahwa hubungan ini akan segera berakhir, namun perkiraanku tidak secepat ini, sebelum dirinya merayakan ulang tahun yang ke-20nya. Apa daya tangan tak sampai, semalaman diriku terjaga, sama sekali tidak ada kelopak mata yang tertutup walaupun itu hanya 1 jam saja. Kedua sahabatku ini adalah orang pertama dan kedua yang aku beri tau kabar berakhirnya hubunganku dengan Irfan. Mereka selalu mendukungku disetiap keterpurukan yang terjadi, sehingga kebangkitan dan semangat kembali muncul setelahnya. Memang roda itu berputar, aku percaya kadang orang ada dibawah dan kadang ada diatas. Sebenarnya didunia ini tidak ada yang namanya masalah, masalah itu timbul karena memang kita sendiri yang belum mengetahui bagaimana cara menyelesaikannya atau menjalaninya. Aku percaya Tuhan memiliki cara lain, Tuhan selalu bertindak adil terhadap para umat-Nya. Aku harus tetap tegar, harus menerima semua kenyataan yang ada di dunia ini. Aku ingin melewati sebuah jurang keterpurukan yang ada didepanku dengan sebaik mungkin, bagaimanapun caranya. Entah aku lompati, aku sebrangi dengan tali, atau bahkan aku harus menuruni lembah jurang dan menaiki bukit dari sisi lain jurang itu. Bagaimanapun caranya, sesederhana apapun itu asalkan berhasil dan kita tau bagaimana cara menjalaninya. Aku sudah tak lagi merasa gusar, aku sudah kembali menjadi Dea yang dulu orang-orang kenal dengan segala keceriaan yang aku berikan. Aku senang telah berhasil meghadapi rintangan hidup ini. Aku tau ini hanyalah satu dari sekian ratus rintangan yang menghadang dalam hidup. Tapi aku akan tetap maju dengan penuh semangat untuk menghadapinya. Karena pentang menyerahlah yang menjadikan semua hal rumit perlahan menjadi mudah untuk kita lewati.

H-1 ulang tahun Irfan, memang kami sudah tak lagi berhubungan. Tapi aku dan teman-teman terdekat Irfan akan tetap merayakan ulang tahunnya. Kami semua tetap menjalankan rencana yang sesuai dengan kesepakatan kami. Semua sibuk dengan tugasnya masing-masing untuk mempersiapkan yang terbaik dan demi kesuksesan pada hari H. Akhirnya hari H pun datang, kami semua mulai bangkit dari kerasnya dunia mimpi. Kami semua mempersiapkan segala hal untuk hari H ini, masing-masing dari kami menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin. Sesuai rencana kami semua akan berkumpul pada titik yang sudah ditentukan, yaitu di kafe D’Best. Disitu kami semua berkumpul dan memojokkan Irfan agar menuju kafe tersebut. Rencana sudah berjalan setengah dari total, dan pada akhirnya Irfan tiba di D’Best dengan iringan dari pemusik yang sebelumnya sudah aku persiapkan dengan lagu khusus kesukaan dari Irfan, sebelumnya Irfan belum begitu menyadari bahwa akan ada kejutan untuknya, tapi setelah vokalis selesai membawakan lagunya, lalu sang vokalis menyambutku karena memang aku sudah berencana akan membacakan sebuah puisi untuk Irfan setelah lagu tadi. Irfan terkejut karena diriku sudah berada diatas panggung dengan selembar kertas putih yang berada ditangan, Irfan sempat ingin beranjak dari tempat duduk, tapi teman-teman berhasil menahannya. Setelah keadaan sudah stabil, aku mulai membacakan sebuah puisi yang memang sengaja aku buat untuk hari ini, puisi sederhana ini aku buat demi Irfan, aku belajar semalaman untuk membuat puisi ini walaupun sebelumnya aku benar-benar tidak tau dan tidak bisa berpuisi.

Kurang lebih 10 bulan..
Diriku bersemayam dalam dirimu..
Dengan tulus kuberikan..
Kasih putih penuh kesucian

Masih terpampang jelas dalam ingatan..
Awal kali kau ungkapkan..
Ungkapan rasa penuh cinta..
Cinta kasih penuh kepolosan..

Kau janji akan menjaga hati
Tapi kau pergi ingkari janji
4 bulan ku menanti,
Bersama keresahan dalam diri,
Air mata dan hujan selalu menemani..
Dikala kau tak menghadiri.

Oh kasih,
Kini ku tak lagi bersamamu..
Tak lagi ada cinta dalam hari-hariku
Tapi ku kan selalu, ada disetiap keluh kesahmu..

Happy birthday to you
Dari diri ini bersama kenangan masa lalu..
Aku tak pernah menyesali,
Setiap kejadian yang menghampiri...

Sengaja kupersembahkan semua ini..
Dengan keikhlasan hati dan ketulusan ini,
Tak usah kau cemaskan raga ini,
Karena aku wanita sejati..

Sekali lagi selamat ulang tahun dari diriku
Untuk dirimu yang pernah singgah dalam hidupku
Semoga hari-harimu tidak kelabu
Tinggalkanlah semua masa kelammu..
Hadirkanlah keceriaan dalam dirimu..
Ku hanya ingin kau tahu.. bahwa aku sayang kamu..

“Cie cie itu puisi apa curhat De? Haha” Ledek Sisi memecah suasana haru.
Aku tidak memperdulikan perkataan Sisi, semua pandangan dan perhatianku tertuju pada Irfan, aku selalu memerhatikan setiap gerak-gerik darinya. Aku tau dirinya pasti tersentuh.
“Dorrr dorr dorrrrr.”
Suara ledakan berbunyi melontarkan pita ulang tahun untuk Irfan. Dia terkejut dan reflek mengangkat kedua tangannya untuk menutupi kedua telinganya karena memang ledakan itu berada tepat disamping telinga Irfan. Suasana haru berubah menjadi suasana riang, kami bersama-sama menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun untuk Irfan, tidak lupa aku menyodorkan lilin yang telah tertancap pada kue ulang tahun untuknya. Setelah Irfan make a wish dan meniup lilin, lalu kami langsung mencolek kue tersebut untuk dioleskannya pada wajah Irfan. Disitu kami semua merasakan kegembiraan yang sulit untuk diungkapkan. Akupun merasakannya, aku sudah tak lagi merasa kesepian dalam keramaian. Aku ikut dalam suasana senang dan duka, tak ada lagi hanya duka yang menyelimuti hari-hariku, setelah momen itu rasanya lega sekali, semua rasa kelam dan gelap dalam hati dan pikiranku sudah kembali cerah. Aku sudah mengikhlaskan semua ini dengan lapang dada tentunya.


Dan akhirnya, ada pertemuan dan ada perpisahan, dua hal tersebut seakan sudah menjadi suatu kesatuan dan tak bisa dipisahkan. Pertemuanku yang tidak disengaja dengan Irfan, ketertarikanku juga yang tak disengaja dengan Irfan, penasaranku, kekagumanku kini sudah menjadi sebuah kenangan yang memang harus dikenang. Aku tau, move on itu sebenarnya bukan melupakan, tapi mengikhlaskan. Sesuatu yang sudah diikhlaskan pasti akan menjadi mudah dan akan menenangkan perasaan kita sendiri. Mungkin hubunganku dengan Irfan ini tidak berjalan dengan baik, tapi aku tetap menghargai dan tidak menyesalinya. Atau malah ini adalah karma untukku karena dulu aku telah melalaikan tugasku. Tugas? Tugas apa? Semua tertera pada sebuah puisi ini. Untuk melihat puisinya? Klik disini !

Baca juga: (Cerpen) Ketulusan Hati Seorang Wanita

Posting Komentar

3 Komentar